Posted in

Protes Gen Z Guncang Nepal, Polisi Tembakkan Gas Air Mata

Protes Gen Z Guncang Nepal: Polisi Tembakkan Gas Air Mata dalam Aksi Mematikan

Kathmandu, Nepal – Negeri Himalaya kembali dilanda gejolak. Protes rakyat, yang dipimpin oleh generasi muda—khususnya Gen Z—tiba-tiba berubah menjadi konflik berdarah. Ribuan demonstran turun ke jalan memprotes blokir media sosial, korban jatuh dan gedung-gedung politik dirusak. Aksi ini memicu pertanyaan serius: apakah Nepal sedang menuju pergolakan politik baru?

1. Pemicu Protes : Sensor Media Sosial & Korupsi Usang

Semua bermula ketika pemerintah Nepal memberlakukan pembatasan akses ke 26 platform media sosial—termasuk Facebook, X, YouTube—dengan alasan pendaftaran resmi. Tapi bagi generasi muda, tindakan ini adalah bentuk sensor informasi yang mematikan ruang aspirasi mereka.

Menurut data terbaru, lebih dari 20% masyarakat Nepal hidup di bawah garis kemiskinan, sementara pengangguran pemuda mencapai lebih dari 22%. Ketimpangan ekonomi dan korupsi politik yang mendarah daging membuat frustrasi masyarakat makin memuncak. Hal inilah yang kemudian memicu aksi besar-besaran yang disebut media sebagai “Revolusi Gen Z.” Reuters


2. Escalation: Demonstrasi, Gas Air Mata & Tewasnya 16 Orang

Pada hari Senin, puncak gejolak terjadi. Ribuan siswa dan mahasiswa berkumpul di wilayah Maitighar Mandala, kemudian bergerak menuju gedung parlemen. Mereka menyerukan slogan seperti “Shut down corruption, not social media.”

Polisi merespons dengan gas air mata dan peluru karet. Akibatnya, setidaknya 16 orang tewas–sebagian besar di antaranya adalah anak muda. Lebih dari 300 orang terluka, sekitar 28 diantaranya petugas polisi. Antara NewsReuters

— CNN Indonesia melaporkan bahwa aksi brutal itu juga menewaskan 16 orang, menandai eskalasi dramatis dalam protes akar rumput ini. SvD.se


3. Aksi Berlanjut: Pembakaran, Pengunduran Diri, dan Tuntutan Oposisi

Ketegangan politik meningkat ketika demonstran membakar rumah PM Oli dan berbagai fasilitas publik. Oposisi segera bergerak: barisan partai menyerukan pengunduran diri perdana menteri, menegaskan bahwa kekerasan ini adalah hasil kegagalan pemerintah merespons aspirasi rakyat. Antara News

— Menurut laporan CNN Indonesia, PM Sharma Oli akhirnya mengumumkan pengunduran dirinya, mengakui situasi kritis yang terjadi di lapangan. SvD.se


4. Peran Gen Z: Tidak Dipimpin Partai, Namun Terorganisir

Aksi ini bukan dipicu oleh partai politik—melainkan oleh kelompok independen yang tumbuh dari masyarakat. Salah satunya adalah Hami Nepal pimpinan Sudan Gurung, yang tampil sebagai tokoh sentral gerakan mahasiswa Gen Z.

Mereka menuntut tiga reformasi: akuntabilitas politik, pemulihan kebebasan digital, dan representasi yang adil. Gerakan ini tumbuh organik, didorong frustrasi nyata, bukan narasi politik usang. The Economic Times

Antara News menambahkan bahwa polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan kerumunan, sekaligus memicu lebih banyak kemarahan publik yang masif. Antara News


5. Korban Jiwa, Duka Warga: Wajah Gelap Protes Digital

Insiden maut ini meninggalkan trauma mendalam. Beberapa korban tengah dirawat di rumah sakit dengan luka serius. Riwayat Nepal menunjukkan bahwa protes politik sebelumnya juga menyisakan “jejak” penderitaan bagi masyarakat.

Tuduhan penggunaan kekerasan berlebihan kepada aparat muncul, sementara keluarga korban menuntut keadilan. Amnesty International dan organisasi HAM menyerukan investigasi independen terhadap aksesi ini.


6. Dampak Politik: PM Oli Mundur, Namun Sistem Masih Rawan

Pengunduran diri PM Oliver bukan akhir dari krisis, melainkan titik awal tantangan baru. Negara kini menanti pemerintah transisi yang stabil—yang mampu merangkul pemuda, sistem digital inklusif, dan mengembalikan kepercayaan publik. ReutersPolitico

Akibat krisis ini, landasan demokrasi Nepal mungkin mulai retak atau justru menemukan pijakan baru—tergantung arah reformasi yang akan datang.


Kesimpulan: Sensor vs Suara Muda, Pertarungan Demokrasi

Protes Gen Z ini bukan sekadar penolakan terhadap pelarangan media sosial—ini teriakan generasi yang ingin didengar, dilihat, dan ikut serta menentukan masa depan.

Dengan dinamika politik semacam ini, Nepal diberi kesempatan—atau peringatan—bahwa demokrasi tanpa dialog dan inklusi generasi muda adalah sistem rapuh yang mudah pecah pada ketidakadilan.

Semoga peristiwa ini membuka jalan menuju pemerintahan yang lebih bertanggung jawab, representatif, dan menghormati suara ratusan ribu generasi muda.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *